Dark Light

Blog Post

Ulinnuha > News > KAJIAN RAMADHAN – Kendalikan Syahwatmu!.

KAJIAN RAMADHAN – Kendalikan Syahwatmu!.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh barakah, nikmat, serta bulan yang banyak memberikan pelajaran dan pendidikan berharga bagi umat Islam. Pada bulan ini, masyarakat muslim banyak belajar bersabar dalam menghadapi permasalahan, tidak mudah marah, bersikap loyal kepada tetangga dan memiliki sikap empati terhadap penderitaan orang lain. Di mana kesemuanya itu tidak lepas dari turut andilnya bulan Ramadhan dalam pembentukan akhlak terpuji dan meraih rahmat Allah Swt.

﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ﴾

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”

Ayat di atas menegaskan akan tujuan utama diwajibkannya puasa, yaitu menghidupkan takwa di dalam hati, menumbuhkan akhlak mulia dalam jiwa, sebagaimana ia juga bertujuan untuk memunculkan spirit baru bagi orang-orang beriman.

Puasa merupakan salah satu sarana dari itu semua, sehingga mampu mencegah pelakunya untuk berbicara dan berbuat yang tidak selayaknya, melindunginya dari tunduk kepada syahwat dan mengikuti hawa nafsu belaka yang senantiasa mengajaknya melakukan kejahatan.

Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam kitab Fath al-Bari, mengutip pendapat Ibnu al-‘Arabi yang mengatakan:

اِنَّما كَانَ الصَّوْمُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ لِأَنَّهُ إِمْسَاكٌ عَنِ الشَّهَوَاتِ, وَالنَّارُ مَحْفُوْفَةٌ بِالشَّهَوَاتِ

“Puasa merupakan perisai dari api neraka dikarenakan ia mampu menahan orang yang tengah berpuasa dari syahwat, sedang api neraka diliputi oleh syahwat”.

Membaca kembali kisah-kisah mulia para sahabat Nabi Saw., ada satu kisah yang menarik dan mesti dijadikan teladan demi membentuk akhlak mulia, sekaligus meredam syahwat di dalam diri, yakni kisah Abu Dujanah.

Seperti umumnya para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum ‘ajma’in, Abu Dujanah rajin berjamaah shalat lima waktu bersama Nabi Muhammad Saw., lalu setelah shalat ia tidak langsung turun dari masjid, melainkan duduk beberapa saat untuk berdzikir bersama Rasulullah. setelah selesai barulah ia turun dan kembali ke rumahnya.

Namun belakangan, bila ia berjamaah shalat Shubuh langsung turun entah kenapa, mungkin karena satu dan lain hal. Tetapi, berlalu berhari-hari Abu Dujanah selalu melakukan hal yang sama. Ini menimbulkan tanda tanya di benak Rasulullah, ada apa Abu Dujanah buru-buru turun setelah shalat Shubuh?

Suatu waktu, saat bertemu Abu Dujanah Rasulullah bertanya, “Wahai Abu Dujanah, engkau tidak punya hajat apa-apa kepada Allah?” Sontak Abu Dujanah menjawab, “Oo itu pasti wahai Rasulullah, hajatku kepada-Nya banyak sekali, bahkan aku tak bisa lepas dari rasa butuh (iftiqar) kepada-Nya”.

Rasulullah melanjutkan pertanyaannya, “Tetapi mengapa beberapa hari ini engkau selalu buru-buru turun setelah shalat Shubuh dan tidak betah duduk bersama kami untuk berdzikir barang sejenak dan kemudian berdoa setelahnya?”

“Begini Rasulullah, rumahku bertetangga dengan rumah seorang Yahudi. Dia punya pohon kurma yang sebagian cabangnya terjuntai ke halaman rumahku. Celakanya, bila angin bertiup kencang, buahnya berjatuhan ke halaman rumahku. Oleh karena itu, aku cepat-cepat pulang setelah shalat Shubuh untuk mengumpulkan buah itu untuk aku berikan pada si empunya. Khawatirnya anak-anakku keburu bangun dalam keadaan lapar, lalu makan buah itu,” Pungkas Abu Dujanah, kemudian ia melanjutkan.

“Demi Allah, suatu ketika aku terkejut melihat salah seorang anakku mengunyah sebiji kurma tetangga itu. Segera saja aku masukkan jari telunjukku ke mulutnya, lalu aku keluarkan biji kurma itu sebelum dia telan, karuan saja dia menangis, tetapi aku katakan padanya, “Apa engkau tidak malu melihat ayahmu kelak berdiri di hadapan Allah dengan dakwaan sebagai pencuri?”

Mendengar penuturan Abu Dujanah itu, Abu Bakar al-Shiddiq yang kebetulan bersama Rasulullah langsung merasa iba padanya. Beliau segera menemui si Yahudi tetangga Abu Dujanah, lalu membeli pohon kurma tersebut kemudian menghibahkannya pada Abu Dujanah dan keluarganya.

Setelah si Yahudi mengetahui seluk-beluk apa yang terjadi selama ini, ia buru-buru mengajak istri dan anak-anaknya menemui Rasulullah untuk mengikrarkan kedua syahadat dan masuk Islam, Masyaallah.

Sungguh merupakan keteladanan yang luar biasa dari Abu Dujanah yang risau kalau anak-anaknya mengonsumsi buah kurma milik tetangganya yang non-muslim, bahkan ia rela meninggalkan momentum bersama dengan Rasulullah selepas shalat berjamaah.

Akhlak mulia yang khawatir makan sesuatu yang haram baik bagi dirinya dan keluarganya, justru berbuah manis dengan ikrar syahadat Yahudi tersebut. Demikian syahwat mestinya dikendalikan, tidak serakah, apalagi larut menikmati harta dengan cara yang tidak disetujui oleh agama. Semoga momentum keberkahan bulan Ramadhan selalu meliputi umat Islam untuk tampil lebih maksimal lagi meraih keridhaan-Nya. Aamiin.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *